Olehkarena itu musuh keberkahan ilmu adalah sikap sombong. Karena itulah sikap tawadu dan kesediaan berkhidmah terhadap guru, teman dan orang lain akan menjadikan aliran air semakin lancar dan mampu mewadahi banyak air yang ada. Khidmah adalah kesediaan untuk membersamai guru. Tindakan membersamai atau mulazamah di dalam bahasa Jawa
JAKARTA — Sejarah mencatat betapa hormatnya para ilmuwan muslim atau ulama pada gurunya. Mengapa, rasa hormat kepada sang guru akan mendatangkan rahmat dan kemuliaan. Tersebutlah seorang ulama yang disegani bahkan oleh penguasa ketika itu. Ia adalah Fakhruddin al-Arsabandi. Dalam ketenarannya, ia mengungkap sebuah rahasia atas rahmat Allah yang luar biasa didapatkannya. “Aku mendapatkan kedudukan yang mulia ini karena berkhidmat melayani guruku,” ujar sang Imam. Ia menuturkan, khidmat yang dia berikan kepada gurunya sungguh luar biasa. Gurunya Imam Abu Zaid ad-Dabbusi benar-benar dilayaninya bak seorang budak kepada majikan. Ia pernah memasakkan makanan untuk gurunya selama 30 tahun tanpa sedikit pun mencicipi makanan yang disajikannya. Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dari memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu. Itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh si murid. Dalam literatur pendidikan Islam, jelas terpampang bahwa pelajaran pertama yang diterima seorang murid adalah bab Adabu Mu’allim wa Muta’allim adab antara guru dan murid. Dari kitab manapun, mestilah pembelajaran dimulai dari bab ini. Si murid perlu dipahamkan, dari siapa ia menerima ilmu karena dalam pembelajaran ilmu-ilmu Islam sangat memperhatikan sanad validitas. Berbeda dengan sesuatu yang bersifat nasihat. Nasihat tak perlu memandang dari mulut siapa keluarnya nasihat itu. Berlakulah di sana pepatah Arab, unzur ma qala wala tanzur man qala lihatlah kepada apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakannya. Namun, bagi ilmu-ilmu Islam sejenis tafsir, hadis, akidah, dan cabang ilmu sejenisnya, perlu diperhatikan dari siapa si murid menerimanya. Inilah yang dipesankan Muhammad bin Sirin, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah dari siapa engkau mengambil agamamu.” Fakhruddin al-Arsabandi benar-benar memperhatikan sang guru sebagai tempat ia mengambil ilmu. Ia tak ubahnya seperti budak di hadapan gurunya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib RA yang pernah mengatakan, “Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya.” Ali RA mencontohkan, sekecil apa pun ilmu yang didapat dari seorang guru tak boleh diremehkan. Imam Syafi’i pernah membuat rekannya terkagum-kagum karena tiba-tiba saja ia mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Para sahabatnya bertanya-tanya, “Mengapa seorang imam besar mau mencium tangan seorang laki-laki tua? Padahal masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada dia?” Imam Syafi’i menjawab, “Dulu aku pernah bertanya padanya, bagaimana mengetahui seekor anjing telah mencapai usia baligh? Orang tua itu menjawab, “Jika kamu melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, maka ia telah baligh.” Hanya ilmu itu yang didapat Imam Syafi’i dari orang tua itu. Namun, sang Imam tak pernah lupa akan secuil ilmu yang ia dapatkan. Baginya, orang tua itu adalah guru yang patut dihormati. Sikap sedemikian pulalah yang menjadi salah satu faktor yang menghantarkan seorang Syafi’i menjadi imam besar. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
Halini disebabkan guru adalah pewaris ilmu dan menjadi salah satu jalan menuju keberkahan ilmu. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang dimanfaatkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari - hari. maupun tidak langsung. Sikap ini harus dipegang sungguh - sungguh, sebab bisa jadi suatu saat kamu lebih pintar dari guru - guru kamu. Meskipun
Melihat pelajar hari ini entah itu siswa, mahasiswa, ataupun santri rasanya berbeda dengan pelajar zaman dulu. Pelajar dulu mereka sangat ta’zhim menghormati guru dan dengan berkah itulah mereka mudah mendapat ilmu. Namun melihat pelajar sekarang rasanya tidak demikian berinteraksi dengan guru seperti tidak ada sopan-sopannya gitu. Sehingga ilmu yang dipelajari sukar didapatkan dan jadilah pelajar itu “laa `ilma wa laa adab” yang artinya tidak memiliki ilmu dan adab. Kalau kata orang sunda mah “nya bangor, nya tolol”. Padahal guru merupakan sosok yang harus dihormati oleh pelajar. Ia tidak akan mendapat ilmu kecuali dengan mengagungkan guru. Bisa saja mendapat ilmu tapi keberkahan dan manfaatnya tidak ada jika tidak menghormati guru. Sebab keberkahan ilmu memiliki dua ciri yaitu ilmu yang diamalkan dan disebarkan. Setelah melihat hal yang demikian di lingkungan terdekat. Saya menelusuri lebih lanjut dan ternyata memang ada penelitian menyebutkan bahwa sejak tahun 2000 pelajar mengalami penurunan empati 40% dibanding 20-30 tahun lalu. Lantas bagaimana kita menanggapi hal ini? Apakah bersikap “ya udah lah yaa, toh udah ada kepastiannya dari nabi Muhammad ï·ș bahwa generasi ke generasi itu akan mengalami penurunan kualitas”?. Namun saya pernah mendengar penjelasan guru saya Kyai Jajang Saepul Abidin, kurang lebihnya kita diberi keterangan semacam itu justru supaya kita tidak termasuk di dalamnya. Well. Supaya kita tidak termasuk generasi yang tidak beradab, kita cari dulu akar masalahnya, dimulai dengan pertanyaan “mengapa para pelajar sekarang tidak beradab?” Mungkin bisa banyak faktor, salah satunya bisa saja karena tidak diajarkan. Sehingga ia tidak tahu adab baik yang berujung munculnya generasi amoral. Sudahkah kita tahu bahwa duduk di bangku guru itu tidak boleh? atau berjalan di depan guru itu tidak sopan? atau meletakkan sesuatu di atas barang guru itu tidak diperkenankan? Baik, kalau kita bahas teknis tulisan ini akan sangat panjang pasti berujung tidak akan dibaca sama sekali. Karena sudah teu keyeng manten liatnya juga. Tulisan ini hanya sekedar pemantik agar kita bisa mempelajari lebih dalam dan lebih lanjut tentang tata krama dalam menuntut ilmu. Sedangkal pengetahuan saya setidaknya ada 3 kitab yang membahas adab dalam menuntut ilmu untuk kita pelajari, yakni Adabu al-` ālim Wa al-Muta`allim karya Hasyim Asy’ari Ta`lÄ«mu al-Muta`allim karya syaikh Az-Zarnuji At-Tibyān fÄ« adabi áž„amalati al-Qur’an karya imam An-NawāwÄ«, Kita bisa belajar ketiga kitab tersebut secara talaqi kepada guru-guru kita yang sudah paham ini sangat disarankan, atau kita bisa sekedar membaca terjemahnya terlebih dahulu. Kemudian nanti dicocokkan dengan penjelasan para guru. Misalnya kita bisa membeli buku terjemah Ta`lÄ«mu al-Muta`allim terbitan lirboyo press, atau buku Nurul Bayan terjemah dari kitab At-Tibyān yang disusun oleh Ustadz Roisudin dari Hanifa Darul Hidayah. Kemudian dapat dikaji entah itu dengan cara ngaji ngalogat ala pesantren, ikut seminar, baca buku, atau apapun itu kemasannya, intinya kita belajar. Dengan harapan kita dan generasi setelahnya menjadi generasi yang beradab sebab dengan adab inilah kita bisa menjadi manusia yang berharga. Ali Bahtiar Co-Founder Inspiring Generation Navigasi pos
BACAJUGA: Hati-hati, Hal Ini Bisa Hilangkan Keberkahan Ilmu. Tujuh gang itu jauh, dipisahkan oleh rumah, tanah dan ruang yang terbentang. Tapi inilah bentuk penghormatan, takzim, dan memuliakan penuh ketulusan. Takut ilmu yang dipelajari tidak berkah, takut pengajarannya sia-sia, dan takut kebaikan dari sang guru sirna ditelan masa.
Oleh MUHAMMAD RAJABOLEH MUHAMMAD RAJAB Pembelajaran tahun ajaran baru telah resmi dimulai, walaupun sebagian besar masih dilakukan secara daring. Meski begitu tentu kita berharap tidak menghilangkan keberkahan ilmu yang diajarkannya. Kata berkah berasal dari bahasa Arab, barakah, yang maknanya menurut Imam al-Ghazali adalah ziyadah al-khair, yakni bertambahnya nilai kebaikan. Ilmu yang berkah memberikan nilai kemanfaatan dan kebaikan di dalamnya. Salah satu tandanya adalah ilmu tersebut diamalkan dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain serta mendatangkan kebaikan. Oleh karena pentingnya keberkahan ilmu tersebut, Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al- Walad memberi nasihat kepada para penuntut ilmu, “Meskipun engkau menuntut ilmu 100 tahun dan mengumpulkan menghafalkan kitab, engkau tidak akan bersiap sedia mendapatkan rahmat Allah kecuali dengan mengamalkannya. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran.” QS al-Najm 39, al-Kahf 110, dan 107-108, al-Taubah 82, al-Furqan 70. Keberkahan ilmu harus dimulai dengan niat yang lurus dan benar. Demikian pesan Imam az-Zarnuji 1981 32 dalam kitab Ta’līm al-Mutallim Tharīq al-Ta’allum. Beliau mengatakan, selayaknya seorang penuntut ilmu meniatkannya untuk mencari keridhaan Allah SWT, mencari kehidupan akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan orang-orang bodoh, menghidupkan agama dan melanggengkan Islam. Sebab, kelanggengan Islam itu harus dengan ilmu dan tidak sah kezuhudan dan ketakwaan yang didasari atas kebodohan. Selain niat, keberkahan ilmu ditentukan oleh sikap penuntut ilmu dan orang tuanya terhadap ilmu dan orang yang mengajarkan ilmu tersebut, yaitu guru. Az-Zarnuji mengatakan, “Ketahuilah, seorang murid tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat ilmu yang bermanfaat, kecuali ia mau mengagungkan ilmu, ahli ilmu, dan menghormati keagungan guru.” Dalam tradisi keilmuan Islam, penghormatan ta’dzim terhadap ustaz/guru benar-benar telah dipraktikkan. Dan ini menjadi kunci kejayaan peradaban Islam. Hal ini bisa kita lihat dari contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh orang-orang mulia. Misalnya, sahabat Ali bin Abi Thalib yang oleh Rasulullah SAW disebut sebagai Bab al-Ilmi atau pintu ilmu. Beliau mengatakan, “Saya menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan, ataupun tetap menjadi hambanya.” Demikian pula dengan orang tua yang seharusnya memberikan penghormatan tinggi kepada para guru anak-anaknya. Pada masa keemasan Islam, para orang tua sangat antusias menyekolahkan anak-anak mereka kepada para guru ulama. As-Shalabi 2006 117 menyebutkan dalam kitabnya, Fatih al-Qasthinthiniyah, al-Sulthan Muhammad al-Fatih, suatu ketika, guru Sang Sultan yaitu Syekh Aq Syamsuddin masuk ke istana. Saat itu, Muhammad al-Fatih sedang bermusyawarah dengan para pembesarnya. Melihat kedatangan gurunya, al-Fatih bangun dan menyambut gurunya dengan penuh hormat. Kemudian, beliau berkata kepada perdana menteri Utsmaniyah, Mahmud Pasya, “Perasaan hormatku kepada Syekh Aq Syamsuddin sangat mendalam. Apabila orang-orang lain berada di sisiku, tangan mereka akan bergetar. Sebaliknya, apabila aku melihatnya Syekh Aq Syamsuddin, tanganku yang bergetar." Esensidari menuntut ilmu tidak lain adalah mencari keberkahan dari Allah SWT melalui guru. Karena itu, jika sebagai murid tidak memiliki rasa tunduk dan hormat, keberkahan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Begitu pun dengan proses ketika mencari ilmu yang jika salah tidak jarang menemukan kesulitan-kesulitan dalalm menuntutnya.

1 keberkahan Ilmu 2. hadiah dari guru 3. kemanfaatan ilmu 4. piagam penghargaan Siswa yang menghormati dan menaati guru akan memperoleh . A. 1 dan 3 C. 2 dan 3 B. 1 dan 4 D. 2 dan 4 Urutan yang benar dalam menunaikan rukun umrah adalah . A. Ihram - thawaf - tahalul - sa'i C. thawaf, ihram, sa'i - tahalul

LANGIT7ID - Seorang santri sangat penting memperhatikan adab terhadap guru sebelum menuntut ilmu. Itu agar ilmu yang didapat mendapatkan keberkahan dari Allah Ta'ala. Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama.

PeranGuru di era milenial ini sangatlah strategis, meski bukan satu-satunya sumber informasi utama dalam mentransfer ilmu pengetahuan, eksistensi guru semakin penting keberadaannya terutama dalam hal membangkitkan, menanamkan, dan melestarikan budaya sebagai bentuk kearifan lokal. Tujuannya adalah agar generasi milenial kita tidak tergerus MitraOktafisa Al'ain Guru SMAN 3 Jombang Berharap Keberkahan Ilmu 4gqwi.
  • mqor6mx34r.pages.dev/91
  • mqor6mx34r.pages.dev/424
  • mqor6mx34r.pages.dev/22
  • mqor6mx34r.pages.dev/121
  • mqor6mx34r.pages.dev/495
  • mqor6mx34r.pages.dev/85
  • mqor6mx34r.pages.dev/307
  • mqor6mx34r.pages.dev/124
  • keberkahan ilmu dari guru